Tuhan Menopang Yosia
Penulis: Pdt. Meifira Tanor, S.Th.
Yosia dalam Bahasa Yunani, "Yosias" artinya "Tuhan menopang". Ia adalah anak dari seorang Raja bernama Amon dan ibunya yang bernama Yedida. Yosia adalah cucu dari Manasye. Ia lahir di Yerusalem dan telah naik tahta sejak usia 8 tahun menggantikan ayahnya yang dibunuh. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 639-609 SM.
Sejak kecil, Yosia telah diperhadapkan dengan tanggung jawab menjadi raja termuda ke dua setelah Yoas. Di usia 8 tahun, ia menggantikan sang ayah yang terbunuh oleh pegawai kerajaan. Alkitab mencatat bahwa Yosia ditahun ke-8 sejak ia naik tahta, sungguh-sungguh mencari Tuhan dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya. Yosia tidak takut kepada siapapun kecuali Tuhan. Ia melakukan pembaharuan sebagai raja dengan mentahirkan Bait Allah dari tempat pengorbanan hewan, tiang-tiang berhala, patung pahatan dan patung-patung tuangan. Tanpa pandang bulu dan tanpa takut sedikitpun, ia membasmi para imam yang tidak sesuai jalan Tuhan. Ia sungguh tak ingin Yerusalem hancur karena penyembahan berhala yang dilaukan bangsanya. Ia sungguh ingin kota Yerusalem dan Yehuda ditahirkan, dibersihkan dari praktek penyembahan berhala. Sekalipun nyawa mengancam, Yosia tak gentar. Sebab ia melakukan hal baik, bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk kebaikan dan kepentingan bangsanya.
Apakah Yosia berhasil? Jawabannya adalah Ya! Di usia muda ia berhasil untuk memulihkan kota yang ia diami. Ia berhasil karena keberaniannya dan karena cintanya kepada Tuhan dan bangsanya. Ia berhasil karena ia memerintah dengan cara takut akan Tuhan. Ia berhasil karena tidak melupakan Tuhan. Ia berhasil karena tidak melupakan Tuhan dalam setiap perencanaan hidupnya, bahkan untuk masa depan bangsanya.
Keberanian Raja Yosia di usia muda mampu mengubah bangsanya agar meninggalkan agama politeisme yang sudah dianut sejak lama. Politeisme berarti kepercayaan lebih dari satu tuhan. Ia mereformasi bangsanya dengan membuang jauh-jauh kepercayaan seperti itu. Ia juga mengatur agar rumah Tuhan diperbaiki. Di Bait itulah, Imam Besar Hilkia menemukan gulungan berisi Hukum Tuhan, yang mungkin ditulis oleh Musa sendiri. Lalu, Syafan, sekretaris raja membawa gulungan itu kepada Yosia dan membacakannya. Waktu mendengarnya, Yosia sadar bahwa selama bertahun-tahun orang Yehuda tidak taat kepada Tuhan.
Yosia kemudian pergi ke Bait dan menyuruh orang Yehuda berkumpul. Lalu, dia membacakan Hukum Tuhan kepada mereka. Yosia dan seluruh rakyat berjanji untuk menaati Tuhan dengan sepenuh hati. Selama bertahun-tahun, orang Yehuda tidak merayakan Paskah. Tapi, sewaktu Yosia membaca dalam hukum itu bahwa Paskah harus dirayakan setiap tahun, dia berkata kepada rakyat: "Kita akan merayakan Paskah untuk Allah". Yosia menyiapkan binatang untuk persembahan dan mengatur supaya di Bait ada para penyanyi. Lalu orang Yehuda merayakan Paskah, dan setelah itu Perayaan Roti Tanpa Ragi selama tujuh hari. Sejak zaman Samuel, belum pernah ada Paskah yang seperti itu. Yosia kemudian mengadakannya kembali.
Tetapi, walaupun memiliki raja sebaik Yosia, Yehuda tidak terselamatkan lagi. Tuhan telah memutuskan untuk membuang Yehuda dan akan melaksanakan keputusan-Nya itu dalam waktu dekat. Ada beberapa hal penting yang Tuhan lakukan untuk memulai kehancuran Yehuda dan Yerusalem. Hal pertama yang Dia lakukan adalah memanggil pulang Yosia! Yosia mati ketika dia masih berusia 39 tahun. Usia yang sangat muda bagi seorang raja yang benar dan takut akan Tuhan. Tetapi inilah yang Tuhan kehendaki. Dia ingin menyingkirkan Yehuda dengan segera, maka Dia memanggil Yosia dengan cepat. II Raja-raja 22:20 mengatakan bahwa Tuhan tidak akan membiarkan Yosia melihat kehancuran Yehuda dan Yerusalem. Tetapi ternyata kehancuran itu lebih dekat dari perkiraan sehinggga pada usia 39 tahun Yosia pun mati. Yosia memerintah selama 31 tahun. Ia meninggal di medan perang pada tahun 609 SM saat melawan Mesir
Yosia merupakan salah satu raja terbaik yang dimiliki Israel dan Yehuda. Keberaniannya untuk mereformasi tatanan kehidupan Yehuda saat itu, membuat namanya tidak terlupakan. Ia dikatakan sebagai raja yang benar, yang hidupnya berfokus pada Tuhan. Di usia belia, ia naik tahta, bahkan sejak usia 16 tahun, ia memusatkan hidup-Nya pada Allah dengan melakukan banyak perubahan bagi bangsanya. Mari berharap agar semangat Yosia hidup pada generasi muda masa kini.
Sumber: OBOR Edisi Oktober 2020, Hal. 02-04, Komisi Pelayanan Pemuda Sinode GMIM
🙏😇
ReplyDelete